BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam perjalanan menuju masa depan, saat
ini perkembangan teknologi informasi semakin cepat dan canggih terutama pada era
globalisasi, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan hemat menjadikan
internet sebagai salah satu sarana utama untuk berkomunikasi dan bersosialisasi
oleh semua kalangan masyarakat dari perorangan sampai dengan perusahaan.
Internet sendiri merupakan jaringan komputer yang bersifat bebas dan terbuka.
Dengan demikian diperlukan usaha untuk menjamin keamanan informasi terhadap
komputer yang terhubung dengan jaringan Internet. Beberapa instansi/perusahaan
melakukan berabagai usaha untuk menjamin keamanan suatu sistem informasi yang
mereka miliki, dikarenakan ada sisi lain dari pemanfaatan internet yang
bersifat mencari keuntunagan dengan cara yang negative, adapun pihak-pihak
dengan maksud tertentu yang berusaha untuk melakukan serangan terhadap keamanan
sistem informasi. Bentuk serangan tersebut dapat dikelompokkan dari hal yang
ringan, misalnya yang hanya mengesalkan sampai dengan yang sangat berbahaya. Semakin
mudah kita berkomunikasi dan mencari informasi maka di dalam kemudahan tersebut
juga terdapat segala macam kejahatan dan kecurangan yang dilakukan oleh
oknum-oknum yang tidak legal.
1.2 Batasan Masalah
Makalah
ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of privacy.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah :
§ Untuk
memenuhi tugas Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi.
§ Untuk
menambah ilmu penulis dalam bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi.
§ Menambah wawasan tentang cyber crime dan menggunakan ilmu yang didapatnya
untuk kepentingan yang positif.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk
mengetahui lebih jelas urutan penulisan dan mempermudah pembaca menelusuri dan
memahami isi makalah maka di susun menurut sistematika sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN
Dalam
bab ini menjelaskan latar belakang secara umum, batasan masalah, tujuan
penulisan dan sistematika penulisan makalah.
BAB
II PEMBAHASAN
Makalah
ini membahas tentang cybercrime, pengertian infringement of privacy,
penyebab infringement of privacy, contoh kasus infringement of privacy.
BAB III PENUTUP
Dalam
bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran-saran yang membangun untuk para
pembaca dari pembahasan yang telah di jelaskan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam
pengertian tentang infringement of privacy,
penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime. Karena kegiatan
infringement of privacy berkaitan dengan istilah
cybercrime. Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan kriminal yang
dilakukan dengan teknologi computer,
khususnya teknologi internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan
melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada
kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Cybercrime merupakan
bentik-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet
beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S
department of justice memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal
act requiring knowledge of computer technologi for its
perpetration,investigation,or prosecution” pengertian tersebut indentik dengan
yang diberikan organization of European community development,yang
mendefinisikan computer crime sebagai “any illegal,unethical or unauthorized
behavior relating to yhe automatic processing and/or the transmission of data“,
adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek –aspek pidana dibidang
computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di bidang komputer
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Dari
beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cyber crime
dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi, komputer dan
telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan
pihak lain.
2.2 Pengertian
Infringement
of Privacy
2.2.1 Infringement of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi
seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini
biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada
formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang apabila
diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun
immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit
tersembunyi dan sebagainya.
Pengertian Privacy menurut para ahli
Kemampuan seseorang untuk mengatur
informasi mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger] dan hak
dari masing-masing individu untuk menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan
untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan
individu lain.[Alan
Westin]
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris:
privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan
kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus
informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas
walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik.
Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh
pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak
negara, dan kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki
hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan
pajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada
beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan
berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik
yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara sukarela
dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan
sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian.
Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau
kompetisi; seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan
periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh
lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri
atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.
Privasi sebagai terminologi tidaklah
berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan Louis D
Brandeis menulis artikel berjudul "Right to Privacy" di Harvard Law
Review tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun 1888
menggambarkan "Right to Privacy" sebagai "Right to be Let
Alone" atau secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak
di usik dalam kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan
sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya
untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 :
281). Setiap orang yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk
mengajukan gugatan yang dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna
mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari
William Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap
300 an gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas
bentuk umum peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat
kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi
merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada
suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan privasi yang diinginkan itu
menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha
supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi lain dari privasi yaitu
sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh
pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang
diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai penarikan diri seseorang
secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka menyepi saja.
Teknologi
internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif dan dampak negatif.
Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang
meresahkan masyarakat Internasional pada umunya dan masyarakat Indonesia pada
khususnya. Kejahatan tersebut perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan
dikeluarkan Undang-Undang terhadap kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan
UU no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan
usaha untuk memberikan kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime
tersebut. Undang-Undang ini akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan
sebelumnya yang mengacu pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak
cipta, paten, monopoli, merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
2.2.2 Faktor
Penyebab Infringements of Privacy
2.2.2.1
Kesadaran hukum :
Masayarakat
Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih
dirasa kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan
pengetahuan (lack of information) masyarakat terhadap jenis
kejahatan cyber crime. Lack of information ini menyebabkan
upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala,
yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala
yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola
penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman
pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau
pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum. Melalui
pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime, menimbulkan peran
masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat mengalami lack of
information, peran mereka akan menjadi mandul.
2.2.2.2 Faktor
Penegak Hukum :
Masih
sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi
(internet), sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak
hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai
menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem
pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap
dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi
kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan jaringan
internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih,
memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.
2.2.2.3 Faktor Ketiadaan Undang-undang :
Perubahan-perubahan
sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama,
artinya pada keadaan-keadaan tertentu perkembangan hukum mungkin
tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari masyarakat.Sampai saat
ini pemerintah Indonesia belum memiliki perangkat perundang-undangan yang
mengatur tentang cyber crime belum juga terwujud. Cyber crime memang sulit
untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai tindak pidana karena terbentur oleh
asas legalitas. Untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelaku cyber
crime, asas ini cenderung membatasi penegak hukum di Indonesia untuk melakukan
penyelidikan ataupun penyidikan guna mengungkap perbuatan tersebut karena suatu
aturan undang-undang yang mengatur cyber crime belum tersedia. Asas legalitas
ini tidak memperbolehkan adanya suatu analogi untuk menentukan perbuatan
pidana. Meskipun penerapan asas legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi
pada prakteknya asas ini tidak diterapkan secara tegas atau diperkenankan
untuk terdapat pengecualian.
2.2.3 Landasan Hukum Infringement Of
Prifacy
Undang – Undang ITE ( Informasi dan
Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik Indonesia Menimbang :
1. Bahwa
pembangunan nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa
tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
2.
Bahwa
globalisasi informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk
hingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara
optimal,merata,dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan
kehidupan bangsa.
3. Bahwa
perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4. Bahwa
penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk
menjaga,memelihara,dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan
peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
5. Bahwa
pemanfaaatn teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6.
Bahwa
pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi
memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
7.
Bahwa
berdasrkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b,huruf
c,huruf d,huruf e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang informasi
dan transaksi elektronik.
Dan akhirnya
Presiden republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan
,Undang-undang tentang informasi transaksi elektronik:
·
Bab
I, tentang Ketentuan Umum
·
Bab
II, tentang Asas dan Tujuan
·
Bab
III, tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
·
Bab
IV, tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
·
Bab V, tentang transaksi elektronik
·
Bab
VI, tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
·
Bab
VII, tentang perbuatan yang dilarang
·
Bab VIII, tentang penyelesain sengketa
·
Bab
IX, tentang peran pemerintah dan masyarakat
·
Bab
X, tentang penyidikan
·
Bab
XI, tentang ketentuan pidana
·
Bab
XII, tentang ketentuan peralihan
·
Bab
XIII, tentang ketentuan penutup
Atau UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai berikut :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran pasal disebutkan
pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka merasa terhina
atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu subjektifitas. Tiap
orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung apakah orang tersebut
pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau antikritik. Pasal penghinaan
atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal karet, pasal yang dapat ditarik-tarik
seenaknya. Orang hukum mungkin mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki
kepastian hukum. Belum lagi pasal ini ternyata juga sudah dibahas dalam
undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal 311. Saling tindih suatu aturan yang
sama membuat UU menjadi tidak efisien. Semoga saja ini bukan karena para
pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Lalu masalah hukuman
yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa dasarnya? Mungkin bagi orang kaya,
1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 % (Data BPS, Maret 2008) orang miskin di
Indonesia, belum lagi ditambah orang tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1
milyar itu sangatlah tidak terjangkau. Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27
ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin dilarang menghina dan mengkritik di
internet? Baiklah, Saya masih miskin saat ini. Saya tidak punya uang 1 milyar
untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu yang merasa dicemarkan dalam
tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya waktu untuk kehilangan 6
tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah sangat banyak. Namun apa mau
dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi orang miskin (yang tak
punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan sistem keadilan yang
berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di Amerika Serikat
yaitu RUU SOPA dan PIPA. SOPA adalah singkatan Stop Online Piracy Act. Yaitu
rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU ini diusulkan
pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011. Dengan UU
SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan online yang
dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect Intellectual Property
Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama kali
diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU tersebut berisi
definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu
atauillegal copies dan barang palsu.
RUU ini bertujuan untuk :
a. Melindungi
kekayaan intelektual dari pencipta konten
b. Perlindungan
terhadap obat-obatan palsu
c. Setelah RUU
SOPA dan PIPA muncul juga RUU CISPA.
d. CISPA adalah
singkatan dari Cyber Intelligence Sharing and Protection Act.Adapun Kutipan dari
CISPA atau Sharing Intelijen Cyber dan
Undang-Undang Perlindungan:
"Menyimpang dari ketentuan hukum lain, sebuah
entitas mandiri yang dilindungi mungkin, untuk tujuan cybersecurity - (i)
menggunakan sistem cybersecurity untuk mengidentifikasi dan memperoleh
informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak dan milik diri seperti
dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti informasi dengan entitas
lain, termasuk Pemerintah Federal .
2.2.4 Contoh Kasus
Mengirim
dan mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi, menghina, mencemarkan nama
baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita Mulyasari yang menurut pihak
tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat elektronik yang dibuat
olehnya.
- Melakukan penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang lain.
- Melakukan penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut dengan hijacking. Hijackingmerupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software Piracy).
- Melakukan pembobolan secara sengaja ke dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak yang berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan ini adalah probing dan port.
- Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data forgery atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database. Contoh lainnya adalah Cyber Espionage, Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan komputernya. Sabotage dan Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
- Google telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC), adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi FTC.
Contoh kasus
diatas sangat mungkin untuk terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum
pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat
pula terjadi pada penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan,
seorang objek berita dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang
secara berlebihan mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter
mengejar berita bisa mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan
kenyamanan pribadi yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak
dan melindungi kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak
selebritis Indonesia. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan
pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk
melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud
memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada
subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan
(penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing
fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi.
Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si
objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan
sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa
prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan
infotainment. sebagai contoh :
- Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.
- Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
- Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini kami menyimpulkan
bahwa infringement of privacy adalah suatu kegiatan atau
aktifitas untuk mencari dan melihat terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi.
3.2
Saran
Penulis
memberikan saran kepada pengguna internet, untuk menggunakan secara positif dan tidak memanfaatkan perkembangan teknologi internet sebagai bahan
untuk merugikan orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Ramli, Ahmad M. Cyber Law dan
Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2006 Magdalena, Merry dan Maswigrantoro R. Setyadi. Cyberlaw,
Tidak Perlu Takut. Yogyakarta: Andi, 2007
Sulaiman, Robintan. Cyber Crimes: Perspektif E-Commerce
Crime. Pusat Bisnis Fakultas Hukum: Universitas Pelita Harapan, 2002
Modul / slide mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informatika
dan Komunikasi Tahun 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar